Indonesia tidak henti-hentinya dihantam bencana. Bahkan pada bulan Oktober 2010 ini musibah datang bertubi-tubi. Ketika dampak gempa yang melanda Sumatera Barat 30 September 2009 belum tuntas tertangani, sederetan kejadian memilukan datang lagi membuat kita bagai kehabisan air mata. Dimulai oleh tabrakan kereta api (KA) Argo Bromo Anggrek dan Senja Utama 2 Oktober lalu di Pemalang, Jateng, kemudian berturut-turut diikuti banjir bandang Wasior di Papua Barat (4/10), gempa dan tsunami Mentawai di Sumbar (25/10), banjir besar di Jakarta (25/10), dan meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta (26/10).
Mengapa? Beginikah wajah negeri kita? Bencana itu kenapa datang berturut-turutan? Bukankah negeri kita selalu didengungkan negeri yang gemah ripah loh jinawi kerta raharja…? Kita menjadi prihatin… Sangat prihatin…
Setelah bencana banjir bandang Wasior di Papua Barat, Senin 4 Oktober 2010 lalu yang menelan korban ratusan orang. Luapan air dari gunung turun dengan deras dan membanjiri sungai-sungai dan menghanyutkan desa serta pemukiman,
Kita dipaksa menyaksikan pada minggu ini, sejak Senin, 25 Oktober 2010, hanya dengan curahan hujan selama 2 jam, kota Jakarta dibanjiri air yang tak terkira, banjir di banyak lokasi dan langsung lumpuh serta menyiksa penduduknya… Rupanya siksaan bencana banjir ini seperti mengingatkan, bahwa negeri kita perlu menyadari bersikap waspada terhadap hal seperti ini, banjir hanya salah satunya…
Bila keadaan seperti ini sudah tiba, barulah kita sadar, bahwa pembangunan itu bukan saja ‘terus membangun’, tetapi menyadari secara bersama membangun itu juga berarti ‘memelihara’, lihatlah contohnya ibukota Jakarta, daerah resapan airnya hanya 6 persen dari luas kota, sementara menurut Tulus Abadi, Anggota Pengurus Harian YLKI dalam sebuah acara televisi tadi malam mengatakan daerah resapan air di ibukota sedikitnya 30 persen dari luas kota. Belum lagi ketidakmampuan Pemerintah Provinsi Jakarta dalam mengatur dan menata ulang tata ruang kota, kalau sudah begini, barulah berandai-andai… Kota yang salah urus dan amburadul…
Banjir Jakarta yang menyiksa, seolah dikomando bersamaan menyusul gempa di Sumatera Barat kemarin, disusul dengan tsunami (walau sebelumnya sudah diralat oleh BMKG… ??????) di Pagai Selatan Mentawai, Sumatera Barat, korban telah mencapai 112 orang…
Masih belum selesai juga, Selasa jam 17.02 wib sore hari, gunung Merapi akhirnya meletus, setelah dinyatakan berstatus “Awas” sejak Senin kemarin, korbanpun sampai saat ini diperkirakan sudah mencapai 15an orang… Dan tampaknya terus bertambah… Lebih tragis lagi pantauan tim pemyelamat dari Yogyakarta, ditemukan korban dalam kondisi mengenaskan di sekitar tempat tinggal Mbah Marijan - yang katanya sakti itu, 10 orang di luar pemukimannya di dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta sekitar 4 km dari puncak Merapi.
Bahkan, Nasib juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan pun sudah diketahui. Pria bernama asli Mas Penewu Suraksohargo ini diyakini tewas. Anggota Tim SAR, Subur Mulyono, yang menyampaikan kabar duka ini.
Jenazah Mbah Maridjan ditemukan pukul 05.00 Waktu Indonesia Barat tadi pagi. "Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sedang sujud di dekat rumahnya," kata Subur di RS Sardjito, Yogyakarta, Rabu 27 Oktober 2010. Saat dievakuasi, posisi Mbah Maridjan masih sujud dengan luka bakar di tubuhnya.
(Ade-Suara Karya & Kompasiana)
"Tidaklah seorang muslim mendapatkan musibah, melainkan Allah akan menghapus dosa-dosanya, walau hanya tertusuk duri sekalipun.” (HR. Al Bukhari)..
BalasHapusmaka bersabarlah wahai saudara-saudariku.. ...
berserah diri hanya pada Alloh SWT..
BalasHapussalam kenal........
check it out.. click
iya kenpa ya..
BalasHapus